Connect with us

Bola Indonesia

Thailand dan Problem Satu Striker

Published

on

Duel Timnas Thailand kontra Vietnam di laga pertama Grup D putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia (5/9/2019) seperti berlangsung antiklimaks. Kedua tim gagal saling menjebol gawang lawan.

Pertandingan yang dimainkan di Stadion Thammasat, Pathum Thani, ini berakhir dengan skor sama kuat tanpa gol, alias 0-0.
Buat Timnas Thailand, hasil ini mengecewakan dan merugikan karena status mereka sebagai tuan rumah. Kegagalan mengalahkan Vietnam di kandang sendiri kali ini juga berarti kegagalan membalas kekalahan yang diderita dari Vietnam pada semifinal King’s Cup 2019 di depan publik sendiri, 5 Juni 2019.

Sorotan lantas mengarah pada nakhoda tim, Akira Nishino. Arsitek tim asal Jepang itu tercatat baru dua bulan menduduki kursi panas sebagai pelatih kepala Timnas Thailand.

Pertandingan versus Vietnam pada Kamis lalu, menjadi debutnya di laga resmi bersama the War Elephants. Jadi, bisa dimaklumi jika saat ini pelatih berusia 64 tahun itu sedang menjalani adaptasi bersama skuat anyarnya.

Thailand merupakan negara ASEAN pertama yang dibesut Nishino. Belum lagi, saat menggelar pemusatan latihan, empat pemain andalan yang berkiprah di luar Thailand, baru bisa gabung pada Senin (2/9/2019) atau beberapa hari sebelum duel menjamu Vietnam.

Namun, hal itu semua bisa dikesampingkan sebagai penyebab kegagalan Thailand menjebol gawang Vietnam dan mendulang tiga poin.

Sorotan lantas mengarah pada keputusan Nishino, yang hanya memanggil dua striker murni dalam pemusatan latihan, dan menyisakan satu striker saja dalam daftar 23 pemain di skuat final untuk laga melawan Vietnam dan Indonesia.

Satu-satunya striker murni di Timnas Thailand saat ini adalah pemain Buriram United, Supachai Jaided.
Menariknya, Nishino mencadangkan Supachai saat menjamu Vietnam. Alih-alih, pelatih Timnas Jepang di Piala Dunia 2018 itu menurunkan Supachok Sarachat dan Thitiphan Puangjan, sebagai pemain utama di sektor penyerangan Timnas Thailand.

Supachok dan Thitiphan berada di baris terdepan dalam skema 4-4-2 yang diterapkan Nishino.

Di belakang keduanya, ada sang bintang, Chanathip Songkrasin. Di sektor tengah dihuni Sarach Yooyen, Tanaboon Kesarat, serta debutan Phitiwat Sookjitthammakul yang lebih beroperasi sebagai gelandang bertahan.

Sementara kuartet lini belakang diisi Theerathon Bunmathan, Pansa Hemviboon, Manuel Tom Bihr, dan Tristan Do. Posisi kiper jadi milik pemain veteran, Sirawak Tedsungnoen, yang juga menjabat kapten tim.

Setelah pertandingan yang berujung 0-0, Nishino menampik kegagalan skuatnya mencetak gol dan memenangi laga disebabkan tumpulnya lini depan seiring tak ada striker murni, setidaknya hingga menit ke-67 saat ia menarik Sarach, yang lebih jadi gelandang bertahan, dengan Supachai.

“Saya tak melihat adanya masalah dengan formasi tanpa striker murni,” ujar Nishino seperti dikutip dari AFC.

“Kami bermain dengan dua penyerang, Thithipan dan Supachok,” lanjutnya.

“Anda bisa lihat Vietnam bermain sangat hati-hati, membuat kami kesulitan menembus area penalti. Kami mencoba berulang kali mencari celah, namun penyerang gagal dalam penyelesaian akhir. Sangat disayangkan,” tutur pelatih kelahiran Saitama itu.
Dari pernyataan itu, finisihing touch pemain menjadi sorotan Nishino, khususnya jadi pekerjaan rumah sebelum menantang Timnas Indonesia di Stadion Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Sebelum duel menjamu Vietnam, Nishino juga menegaskan ia sudah mempertimbangkan keputusannya hanya dengan memanggil satu striker murni, lantaran beberapa pemain lain dalam skuatnya bisa bermain menyerang dan punya agresivitas dalam menyerang.

Alhasil, hanya penyelesaian akhir saja yang perlu dibenahi untuk mendapatkan ketajaman menjebol gawang lawan.

Hal lain yang dianggap jadi biang kegagalan Timnas Thailand mencetak gol saat melawan Vietnam adalah faktor kondisi lapangan yang licin akibat hujan turun sebelum pertandingan.

Namun, Nishino dipastikan tetap harus memutar otak, mengingat Thitiphan yang dimainkannya sejak menit pertama saat meladeni Vietnam, mengalami cedera dan tak bisa diboyong ke Jakarta untuk menghadapi Timnas indonesia.

Bola Indonesia

Ronaldo – Messi ? 5 Pemain Terbaik untuk Masa Depan Sepak Bola

Published

on

By

Para penggemar sepakbola sudah dibuat takjub akan penampilan dari kedua pemain terbaik didunia, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi dalam belasan tahun terakhir. Sayangnya, masa masa mereka berdua tidak akan bertahan sampai selamanya.

Megabintang Ronaldo dan Messi sudah tidak muda lagi, dimana Ronaldo sudah berumur 35 dan Messi sudah berumur 32 tahun yang akan mendekati masa gantung sepatu.

Messi dan Ronaldo sudah pasti bakal gantung sepatu, hanya soal waktu. Namun, pertanyaan besarnya adalah: Siapa yang bakal menggantikan mereka berdua sebagai pesepak bola terbaik berikutnya?

Siapa saja pemain-pemain yang masuk dalam rentang usia itu dan bisa jadi penerus Messi Ronaldo?

1. Kylian Mbappe

Usia: 21
Klub: PSG
Posisi: Striker
Nilai Pasar: 180 juta Euro

Nama pertama dengan peluang yang paling besar. Kylian Mbappe memang pantas meneruskan jejak Ronaldo-Messi, bahkan mungkin bisa melebihi keduanya (?).

Mbappe mulai dikenal sekitar tiga tahun terakhir. Bibitnya tercipta di AS Monaco, kini dipupuk PSG. Di usia yang begitu muda, Mbappe sudah mengoleksi satu trofi Piala Dunia — hal yang tidak bisa dilakukan Ronaldo-Messi.

Jika perkembangannya berjalan lancar dan mau bergabung dengan klub yang mampu memaksimalkan potensinya, Mbappe jelas siap jadi pesepak bola terbaik di dunia yang berikutnya.

Trofi: Piala Dunia (2018), 4 Ligue 1, Piala Liga Prancis, Euro U-19, 2 Piala Super Prancis, 2 Top Scorer Ligue 1 (2018/19, 2019/20)

Penghargaan: Golden Boy 2017, Kopa Trophy 2018, FIFA World Cup Best Young Player 2018, French Player of the Year 2018, Ligue 1 Young Player of the Year 2016/17, 2017/18, 2018/2019

2. Vinicius Junior


Usia: 19
Klub: Real Madrid
Posisi: Winger kiri
Nilai pasar: 70 juta euro

Kini berada dalam pengawasan Real Madrid, rasanya Vinicius Junior sedang disiapkan jadi pesepak bola terbaik di dunia. Memang bakatnya masih mentah, tapi gol-gol Vinicius sudah cukup membuktikan potensinya.

Dia pun beruntung bisa mendapatkan bimbingan langsung dari pelatih sekelas Zinedine Zidane, salah satu ahli taktik terbaik di dunia. Jika bisa berjuang membuktikan diri di bawah Zidane, jalan Vini lancar untuk jadi pemain terbaik.

Trofi: Piala Super Spanyol, Piala Dunia Antarklub, Conmebol Sudamericano U-15, Conmebol Sudamericano U-17

Penghargaan: –

3. Erling Haaland


Usia: 19
Klub: Borussia Dortmund
Posisi: Striker
Nilai pasar: 80 juta euro

Tergolong pendatang baru, tapi rasanya sulit mencoret nama Erling Haaland dari daftar ini. Dia mencuri perhatian sejak musim lalu, ketika membantu RB Salzburg tampil impresif di Liga Champions.

Sebenarnya Haaland sudah mulai menggila ketika mencetak 9 gol dalam satu pertandingan, tepatnya kala membantu Timnas U-20 Norwegia mengalahkan Honduras U-20 dengan skor telak 12-0.

Dia melanjutkan performa luar biasa itu sampai sekarang. Haaland merupakan pemain pertama dalam sejarah Liga Champions yang bisa mencetak enam gol dalam tiga pertandingan pertamanya.

Trofi: Liga Austria, Piala Austria, Top Scorer Liga Austria 2018/19

Penghargaan: Eliteserien Breakthrough of the Year 2018, FIFA U-20 World Cup Golden Boot 2019, UEFA Champions League Breakthrough XI 2019

4. Joao Felix

Usia: 20
Klub: Atletico Madrid
Posisi: Second striker
Nilai pasar: 100 juta euro

Keberhasilannya meraih status Golden Boy 2019 jelas membuat Joao Felix layak dipertimbangkan. Di usia yang begitu muda dia sudah tampil begitu berani saat menyerang dan berusaha mencetak gol.

Sayangnya perkembangan Felix diyakini macet sejak bergabung dengan Atletico Madrid pada musim 2019/20 ini. Bukan berarti Atletico tim buruk, hanya gaya bermain defensif ala Diego Simeone disebut tidak akan bisa memaksimalkan potensi Felix.

Mau tak mau, Felix mungkin harus mempertimbangkan kemungkinan pindah ke klub lain yang bisa jadi wadah perkembangannya untuk jadi pemain terbaik di dunia.

Trofi: Primeira Liga 2018/19, Campeonato Nacional de Juniores 2017/18, UEFA Nations League 2019/19

Penghargaan: Golden Boy 2019, Globe Revelation Player 2019, Golden Globes: 2019 Best Newcomer

5. Matthijs de Ligt


Usia: 20
Klub: Juventus
Posisi: Bek tengah
Nilai pasar: 75 juta euro

Satu-satunya pemain bertahan dalam daftar ini sudah cukup membuktikan kualitas Matthijs de Ligt. Dia mulai dikenal ketika memimpin Ajax Amsterdam pada perjalanan ajaib mereka musim 2018/29 lalu.

Saat itu, meski masih 19 tahun, De Ligt sudah dipercaya mengenakan ban kapten Ajax, dan dia menerima tanggung jawab itu dengan sangat baik. Lalu De Ligt memutuskan hengkang ke Juve untuk memupuk kemampuan bertahannya, keputusan tepat.

Meski saat ini masih berjuang beradaptasi, De Ligt sebenarnya sedang berkembang. Bagaimanapun tidak ada perkembangan dalam zona nyaman, De Ligt menyadari itu.

Trofi: Eredivisie, KNVB Cup, Eredivisie U-19

Penghargaan: the best player of the AEGON Future Cup (U17) 2015, the best player of the Copa Amsterdam (U19) 2015, Biggest Talent of Ajax youth academy ‘de Toekomst’ 2016,
Golden Boy 2018, Johan Cruijff Prize 2018

Continue Reading

Bola Indonesia

Ibunda Jokowi Meninggal Dunia, Sepakbola Indonesia Ikut Berduka

Published

on

By

Ibunda Presiden Joko Widodo, Sudjiatmi Notomiharjo, meninggal dunia sore tadi. Sepakbola Indonesia turut berduka, dari PSSI hingga klub Liga 1 mengirim doa.

Sudjiatmi meninggal dunia pada di RST Slamet Riyadi, Solo pada pukul 16.45 WIB, Rabu (25/3/2020). Mendiang tutup usia pada umur 77 tahun.
Rombongan Jokowi kini telah tiba di Solo. Rencananya, mendiang Ibunda Jokowi akan dimakamkan di Desa Mundu, Karanganyar, Kamis (26/3).

Berpulangnya Ibunda Jokowi itu membuat Indonesia tambah berduka, di tengah sedang mewabahnya virus corona. Dunia sepakbola Tanah Air pun demikian, yang langsung menyampaikan pesan bela sungkawanya.

Lewat akun media sosialnya, federasi PSSI hingga beberapa klub Liga 1 seperti Arema FC, Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, turut menyamapaikan dukanya. Sepakbola Indonesia mendoakan mendiang Ibunda Jokowi.

Continue Reading

Bola Indonesia

Dampak Virus Corona, Olimpiade 2020 Resmi Ditunda

Published

on

By

Pentas olahraga multi cabang Olimpiade 2020 Tokyo akhirnya resmi ditunda selama satu tahun menyusul semakin parahnya wabah virus Corona.

Keputusan ini diambil setelah Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach dan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe menggelar pembicaraan lewat video telekonferensi pada Selasa (24/3/2020) petang WIB.

Dalam pembicaraan ini, turut serta juga Presiden Panitia Olimpiade 2020 Mori Yoshiro, Menteri Olimpiade,Hashimoto Seiko, Gubernur Tokyo Koike Yuriko serta beberapa petinggi dari IOC.

Seharusnya, Olimpiade 2020 dihelat pada 24 Juli hingga 9 Agustus 2020 nanti. Namun akibat pandemi virus Corona ini, IOC dan Pemerintah Jepang sepakat untuk menggelar Olimpiade 2020 pada 2021, tapi tak lebih dari musim panas 2021.

Lebih lanjut, para pihak yang berkepentingan juga sepakat untuk tetap memakai nama Olimpiade Tokyo 2020 dan Paralimpiade Tokyo 2020.

Tak hanya itu, IOC dan Panitia Olimpiade 2020 juga sepakat bahwa api obor Olimpiade akan tetap berada di Jepang hingga tahun depan.

Sepanjang 124 tahun sejarahnya, Olimpiade baru kali ini mengalami penundaan. Meski demikian, pentas Olimpiade pernah tiga kali dibatalkan akibat perang dunia, yakni pada 1916, 1940, dan 1944 silam.

Continue Reading

Trending